snow

Berlangganan Email :

Artikel Terbaru Via Email
Dapatkan kiriman artikel terbaru dari blog ini langsung ke email Anda.!!!

CHATTING

" id="r" style="filter:alpha(opacity=60);opacity:0.60;-moz-opacity:0.60; display:block; " scrolling="auto" width="180">

Translate

like di facebook

Selasa, 11 Juni 2013

Fanfiction : Love Always Waits [part 2]

Nama: Afifah khair
Judul ff: love always waits
Genre ff: romance
Main cast: jay park
(Nama kate bsa diganti menjadi siapa pun)


-----
-k, can you come to my flat now?'
-as soon as I can :)-
Aku mengganti pakaianku secepat mungkin. Dalam kepalaku, aku menebak nebak makanan apa yang jay telah siapkan untuk menyambut kedatanganku. Aku tersenyum sekilas memikirkannya
----
'K, did u enjoy it?'
'Sure, I really do'
'K'
'Umm?'
'Mm.. I wanna tell you something'
'What's that?'
'I've to go to korea' aku tertawa mendengarnya. Dia bahkan menyiapkan lelucon unttukku malam ini.
'U know, your jokes aren't as funny as you though'
'I'm serious. I'm not joking right now'
Aku tersenyum miris mendengarnya. Berusaha tetap tersenyum. Tapi rasanya ada yang runtuh dari kepalaku. Mendengar kata-katanya itu lebih dari menyakitkan.
'why?' Aku takut mengeluarkan lebih banyak kata, aku takut dia melihatku menangis.
'All of my family move to there. And I don't have any choice. I'm not ready yet to live alone here'
'K?' Dia bertanya kembali. Aku muak. 'Don't ever call me 'k' anymore! Screw that name!' kapan kau dewasa, batinku. Kenapa kau tidak bisa menjadikan aku alasan untuk tidak pergi. Kepalaku berifikir keras. Aku ingin meneriakinya. Menyeruakkan isi kepalaku. Tapi aku tidak sanggup, ditambah lagi wajahnya yang memperlihatkan kekecewaan yang sangat besar
'Okay, so do I. I don't have any choice to make you stay here. Life must go on, right?' Setelah itu aku langsung berlari menuju pintu apartementnya dan menjauh dari jay.
Aku berjalan, rasanya ada Hantaman benda benda tumpul maupun runcing terasa di seluruh tubuhku setiap kali aku melangkah. Kakiku sudah cukup lemas untuk berjalan lebih jauh. hanya ini kah yang bisa dia lakukan? Bahkan tidak sampai 1 tahun kami bersama, tiba tiba dia ingin pergi? Tanpa membicarakannya terlebih dahulu kepadaku? Hidup sungguh tidak adil, batinku
Ringtone hpku tidak berhenti berbunyi. Sms dan telfon dari jay pasti. Aku tidak ingin membalas smsnya, membukanya saja aku enggan. Bodohnya, aku bahkan tidak tahu kapan dia akan pindah. Besokkah? Lusakah? Aku masih belum bisa mencerna segalanya dengan baik saat ini.
--------
       3 years later
'Katteee!!'
Aku berbalik mencari sumber suara 'Sinetron banget sih lo'. Dia lucia. Dia menjadi temanku--sahabat saat aku mulai masuk universitas. Tapi, aku tidak termasuk cewek yang suka bercerita tentang masalah yang kuhadapi ke orang lain. Aku lebih suka menimbunnya sendiri. Sperti masalah percintaanku. Jay park. Nama itu tiba tiba tercetak di kepalaku. Sudahlah, dia hanya kepingan masa lalu yang telah hilang, pikirku
'Kate, bantu gue dong kerjain nih. Project baru lagi dari pak bambang. Elo kan pintar ngedesain'
'Emang desain apaan?'
'Nih, gue disruh buat project kerja, tapi nilainya tergantung desainnya. Bego ga sih?'
'Haha aneh aneh aja dosen lo'
Tanpa berpikir panjang, aku mengerjakannya. Aku tidak keberatan, mungkin karena memang aku suka mendesain. Apa pun itu.
'Eh gue bawa pulang aja yah ni file. Soalnya ga bakal kelar klu gue kerjanya sekarang'
'Iye nyonya. Ke mall yuk' lucia memang seperti remaja lainnya. Hanya shopping yang selalu ku dengar dari mulutnya.
'Traktir tapi yaaa?' Aku membujuknya Dengan muka memelasku. Dia hanya mengangguk
------
'If lo ga bosan jomblo mulu? Padahal banyak loh kenalan gue yang ngebet pengen dikenalin sama lo'
'Enggak ah, pacaran ga asik' jawabku dengan enteng. Bukan tidak asik, bukan itu alasan utamaku. Aku hanya takut sakit hati--lagi.
'Emang lo udah pernah pacaran?'
'Enak ajaa, gini gini juga gue pernah laku kali' lucia tau dari mimik mukaku, aku sudah tidak ingin membahas ini lagi. Kami menikmati makanan yang telah kami pesan. Life must go on, right?
-----------
'Kateeee! Gue ada tiket buat refreshing nih. Lo mah blajar mulu kerjanya'
'Buat apa lo pamer ke gue?'
'Ye elaaah, bukan pamer, nih ada 2 tiket. Gue dikasi sma sepupu gue. Dia salah satu panitia gitu'
'Emang tiket nnton siapa?'
'Ada deh, lo ikut aja napa. Ga bakal nyesal deh. Siap siap yah, acaranya ntar malem'
'Iyee nyonya' aku hanya bisa menyetujuinya. Kapan lagi dapet gratisan, batinku.
-------
-Kate, gue udah di luar, cepetan turun- itu sms dari lucia. Setelah aku pamit, kami segera meluncur. Aku pikir tempatnya akan dekat, ternyata tidak. "Artis" ini malah menggelar konsernya di salah satu club terkenal di jakarta.
Club? Lagi?
Aku tidak menginginkan lucia kecewa, jadi aku tetap masuk bersamanya, meskipun aku tau alergiku pasti akan muncul sepulang nanti.
Suara hiruk pikuk ala 'club' sudah terdengar nyaring di telingaku. Dj yang membuat telingaku sakit begitu suara nya dinyalakan. Sinting! Sejak kapan manusia punya keinginan membangun bangunan tolol seperti ini? Aku mengumpat dalam hati.
Saat duduk dan menunggu lucia, ternyata artis yang didambakan para kaum wanita itu--sangat kentara karena kaum wanita mendominasi tempat ini, telat ada di atas panggung.
Aku duduk membelakangi panggung, terlalu malas untuk menjadi salah satu penikmat wajah'nya'. Aku hanya bisa mendengar suaranya. Aku suka. Lagunya, cara dia menyanyikannya. Aku suka.
Tidak lama, aku merasa tanganku ditarik seseorang. Aku tidak terlalu terkejut, karena aku tahu gerak tangan itu, pasti lucia. Dan tebakanku benar. Dia menarikku menuju panggung. Aku berdiri tepat di depan panggung.
Aku melihatnya. Orang yang disukai dan digilai kaum wanita disini.
Dia? Mungkin aku salah liat. Pencayahaan juga sangat minim yang ku dapatkan. Aku tidak menjadikannya masalah yang serius.
'Next stage is girlfriend. Make some noise guys!' Dia berteriak, aku seperti tidak asing dengan suaranya. Aku berjinjit, agar melihat wajahnya sepenuhnya. Aku tidak bisa bicara. Lututku berasa mati rasa. Melihat senyumannya lagi, keringat terus mengalir di pipinya. Pipi yang dulu milikku. Bibirnya yang terus menerus basah. Senyumnya yang memesona. Segalanya seperti dejavu berkepanjangan. Mataku panas, rasanya sangat sakit. Aku merindukannya, and I'm mean it. Aku terus melihatnya, sampai matanya melihatku. Kami saling bertatapan dalam diam. Aku hanya ingin menikmati senyumanmu, kali ini saja, walaupun dari kejauhan, batinku.
Dia menatapku, tatapan yang selalu kudapat. Masih sama. Tapi saat ini tampak terkejut. Sebagai artis, dia tidak bisa terus menerus seperti itu. Akhirnya, dia menyanyikan lagunya itu yang berjudul girlfriend.
Mataku masih tetap mengikuti gerak geriknya. Aku tidak bisa begini, aku menolak kata hatiku. Aku menjauh dari panggung. Kembali duduk di tempat awalku. Aku menghiraukan panggilan dari lucia. Aku memesan segelas wine. Seteguk pun wine ini tidak memiliki rasa. Aku memesan lagi, dan tidak menyadari aku sudah di luar kendaliku. Aku sudah tidak sadar apa yang ku katakan. Mataku berkunang. Seketika, segalanya hitam
----------
Aku terbangun oleh suara yang terlalu bising, entah benda apa yang menghasilkan suara itu. Kepalaku terasa sangat pusing, mungkin pengaruh alkohol yang kuminum. Aku berusaha membuka mata, berusaha mencerna tempat apa ini. Aku tidak mengenalinya. Interior dindingnya, bau yang kucium, dan suhu yang kurasakan, ini bukan kamarku. Lalu dimana aku sekarang?
Aku panik, saat itu juga aku melihat tubuhku. Untungnya bajuku masih utuh, aku masih memakai baju yang sama.
Tiba tiba bunyi pintu terbuka, aku mencari ke sumber suara. Seorang laki-laki keluar dari pintu itu. Aku meneliti, melihatnya dari bawah. Lelaki itu memakai sendal--sendal hotel, dengan celana jeans, dan.... Dia shirtless? Tenggorokanku kering, melihat tubuhnya yang jangkung, dengan perut yang sixpack, dan bertatto. Dia terkesan sangat hot. Aku mengangkat pandanganku menju wajahnya. Oh sial! Umpatku. Kenapa harus dia? Wajahnya tidak berubah. Sama skali tidak. Hanya rambut dan tubuhnya yang mungkin 'berkembang' seiring waktu kedewasaannya. Dia masih jay yang ku kenal dulu--apakah iya?
'Good morning, k' dia memamerkan deretan gigi putihnya
'I'm kate, you need to remember my full name only' aku menjawabnya dengan ketus. Tetapi dia malah tersenyum melihatku, dan mulai mendekat
Oh c'mon, aku harap wajahku tidak seperti udang direbus sekarang, batinku
'Could you just wear your shirt first?'
Dia malah tertawa mendengar pertanyaanku. Tanpa memedulikan pertanyaanku, dia tetep mendekat. Dia duduk tepat di sampingku
'Kau bisa berbahasa indonesia denganku. Mungkin sekarang aku lebih baik darimu' aku terkejut mendengarnya, siapa yang mengajarinya batinku
'Yang mengajariku ? Aku kursus selama tour ini, dan saat aku pikir udah lancar kayak kamu, aku memutuskan untuk datang ke indonesia. Lagi' dia menjawab seperti membaca pikiranku
Aku diam, malas berbicara lebih banyak lagi.
'Aku pengen pulang' aku berdiri mengambil sepatu dan tasku. Hatiku masih sangat ingin tinggal disini, bahkan selamanya pun aku mau, asalkan bersama jay. Tapi otakku menolak, dan harus menolak. Tiba tiba tanganku ditarik olehnya
'Stay here' ada jeda di kalimatnya 'please k' dia membujukku dengan wajah memelasnya. Aku tidak bisa menolak, wajahnya sunggu sempurna. Bahkan dia membuatku tidak berkutik. Aku kembali terduduk di tempat awalku. Tanganku masih di rangkul hangat oleh jay. Ini membawa ulang kenanganku. Kenangan kami
aku beranjak dari tempat dudukku, mengambil baju yang tergantung, dan mengambil kaos oblong berwarna hitam.
'Kamu ga kedinginan?' Sambil memberinya baju itu
Dia memberiku senyuman sebagai jawabannya, lalu memakai baju yang kuberikan
Setelah itu, segala tingkahku terasa sangat canggung di depannya.
'Jay, aku pulang ya. Aku belum kasih kabar ke rumah'
'Udah aku urus' hah? Dia nelfon mama? Aku Bertanya keheranan dalam hatiku
'Aku harus kuliah' aku berusaha mencari alasan lain
'Aku udah telfon lucia buat izinin kamu hari ini'
'Aku belum kasih makan si pussy' pussy anjing puddle kesayanganku
'Alasan kamu ada ada aja deh, buat yang masuk akal deh, k'
Apa apaan sih dia ini. Tiba tiba datang, meminta aku untuk tetap disini, sedangkan dulu dia yang meninggalkan ku? Seenaknya dia masuk dan keluar di kehidupan ku begitu saja. Sungguh konyol, aku menggerutu
------------
'K, kamu pengen ikut tour aku ga?'
'Maksudnya?'
'Yaa, ikut. Jadi kamu ikut aku selalu kemana pun aku pergi'
Aku masih belum bisa mencernah kata kata jay
'Aku pengen kamu selalu ada di sampingku. Aku ga mau lagi ninggalin kamu. K, klu kuliah dan keluarga yang ngeberatin kamu, you don't need to worry. Aku udah minta izin sma kluarga kamu, sebelum aku nanya ini ke kamu, and your family said "yes". Jadi kamu mau ga?'
'Jay, aku ga punya andil apa pun bisa ikut tour kamu. Aku bukan dancer or something like your stuff' kataku lirih
'Is any wrong if my girlfriend follows me then?'
'Girlfriend? Maksud kamu apa?'
'Kate, would you be my girl again please?'
Kupu-kupu itu tak bisa terperangkap lagi. Mereka bergerumun di perutku. Mendengar kata kata jay, lidahku tiba tiba keluh
'K?' Dia bertanya lagi
'Yes sir? What food would you order' aku melangkah menjauh. Tanpa memberi jawaban pasti, aku melangkah ke dapur. Bisa ku lihat pancaran senyumnya. Seakan dia sudah tau jawabanku apa--karena memang dia sudah mengetahuinya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar